Minggu, 25 Oktober 2009

Komputerku Yang Berjasa

Peristiwa ini terjadi sekitar setahun yang lalu, waktu aku masih kuliah di PTN di kota X. Aku bersama 6 temanku, kost di sebuah rumah bersama pemiliknya. Empat kamar ada di bagian belakang rumah, sedangkan dua kamar di bagian samping rumah. Karena aku penghuni baru, maka terpaksa aku menempati kamar yang di bagian samping rumah. Letaknya memang strategis. Untuk keluar rumah, aku tinggal melangkah beberapa meter melewati pintu keluar. Praktis memang, tapi rawan. Karena itulah hanya aku yang selalu mengunci pintu kamar setiap kali pergi. Sedangkan teman-temanku tidak perlu, karena antara kamarku dan kamar mereka masih ada satu pintu lagi.

Oh iya, di sebelah kamarku masih ada satu kamar lagi yang ditempati karyawan bar. Karena tugasnya selalu malam hari, maka waktu malam hari aku seperti tinggal sendirian, tidak seperti teman-temanku yang di bagian dalam rumah. Namun justru karena sepi akhirnya aku mengalami masa-masa indah dalam hidupku. Ceritanya begini...

Toto yang tinggal di kamar sebelah mempunyai kakak perempuan. Namanya Henny. Dia kuliah di kota Q jurusan pariwisata. Tugas kuliah membuat dia sementara ikut adiknya. Maklum kota tempatku kuliah terkenal dengan daerah pariwisata. Sehinggga data-data yang dia butuhkan akan mudah dia dapatkan.

Hari pertama sampai hari kelima hubunganku dengan Henny biasa-biasa saja. Kami hanya saling senyum. Barulah hari keenam kami mulai dekat. Itu saja tidak sengaja. Hari itu aku pulang jam 11 malam. Ternyata, Henny masih sibuk dengan tugasnya.

"Kok belum tidur. Masih banyak ya tugasnya..?" tanyaku.
"Iya nih. Mana belum diketik lagi." jawabnya.
"Perlu dibantu nggak?" aku menawarkan jasa.
"Boleh make komputernya nggak? Kalo bisa sih sekarang, biar besok bisa dikirim."
"Boleh aja" jawabku, "Tapi ngetik sendiri bisa, kan. Aku udah ngantuk."
Dia menggangguk sambil tersenyum.

Tiba-tiba dia menyalami dan mencium tanganku. Aku pun refleks membalasnya dengan mencubit pipinya. Dia tidak marah, malah menarik hidungku. Benar-benar bikin gemas. Hih...

Paginya aku bangun jam empat. Ada yang aneh dengan kasur yang kutiduri. Barulah aku sadar kalau semalam kami tukar tempat tidur. Aku segera keluar dan pasang telinga. Sukurlah yang lain masih tidur. Aku menghampiri kamarku. Kuketuk pintunya tiga kali tidak ada jawaban. Akhirnya kuberanikan diri membuka pintunya. Toh ini kamarku.

Aku menahan napas melihat keadaan kamarku. Sungguh aku hampir-hampir tidak percaya. Seperti mimpi saja aku ini. Henny tidur telentang di depan komputerku. Kimono yang dikenakannya terbuka dari atas sampai bawah. Dia tidak mengenakan BH. Buah dadanya yang besar terpampang indah seperti dua buah gunung yang menjulang. Belum lagi, oh..!

Aku tersadar, aku belum menutup pintu. Segera setelah aku menutup pintu, mataku kembali menjelajah tubuh Henny yang putih mulus tanpa penutup. Tapi aku tidak dapat melihat vaginanya. Kakinya agak merapat, sehingga aku hanya dapat melihat bulu-bulu halus yang menutupinya. Tapi itu sudah untung. Dadaku berdebar-debar. Penisku mulai mengencang. Gairah mulai naik. Aku ingin sekali telanjang dan menikmati tubuh mulus ini. Tapi hari sudah pagi. Sebentar lagi yang lain pasti bangun. Belum lagi reaksi Henny. Sungguh penuh dengan resiko.

Akhirnya aku mengurungkan niatku. Kutahan gejolak birahiku. Tapi aku tidak ingin kehilangan kesempatan. Aku berlutut. Henny masih pulas. Kemudian tatapanku terpaku pada buah dada yang montok. Sungguh meskipun telentang, tapi bentuk indahnya tidak hilang. Benar-benar indah sekali. Tanganku gatal ingin meremasnya.

Dengan menahan napas kusentuh puting yang masih berwarna merah itu dengan ujung jariku. Tidak ada reaksi. Henny tetap pulas. Sekali lagi kusentuh putingnya, kali ini jariku berputar-putar mempermainkan putingnya. Kemudian melebar ke daerah yang lebih terang dan terus sampai menyentuh kulit payudara. Oh... halus sekali. Akhirnya aku tidak sabar. Dengan kelima jariku aku mengelus-elus buah dadanya.

Sementara tangan kananku sibuk meraba-meraba payudaranya, tangan kiriku meluncur ke bawah menyisir bulu kemaluannya. Tubuhku panas, tidak kuat menahan gejolah. Kini aku sudah tidak ambil pusing. Kudekatkan wajahku, kujulurkan lidahku menyentuh puting satunya. Aku diam sebentar. Ternyata tidak ada reaksi. Kini aku lebih berani. Lidahku mulai berputar-putar mengitari puting yang merah itu. Bahkan sesekali aku mengulumnya dengan pelan. Kuremas dengan lembut buah dada yang montok itu.

"Nghhh..." terdengar rintihan pelan.
Aku tidak perduli. Aku terus asyik dengan kulumanku. Aku mulai berani menyedotnya tapi pelan. Bahkan jariku yang mengelus bulu kemaluannya, kini mulai merambat ke celah-celah vaginanya. Aku berharap dia membuka pahanya. Tapi harapanku sia-sia. Ah coba kubuka saja pahanya pelan-pelan, siapa tahu aku berhasil.

Sambil berpikir mencari cara, aku tidak lagi mengulum putingnya, tapi menyusuri perutnya yang putih dan terus sampai lidahku menyentuh bulu kemaluannya. Kumasukkan kedua tanganku ke celah pahanya. Sedikit memaksa aku berusaha membuka pahanya. Akhirnya aku berhasil juga membukanya. Meskipun tidak selebar yang kuharapkan, tapi lumayan. Aku tetap memegangi kedua pahanya agar tidak menutup. Dengan ujung lidahku aku menembus bulu-bulu yang menutupi kelentitnya.

"Ngghhh... nghhh..." rintihannya lebih keras dari yang pertama. Bahkan pantatnya ikut bergoyang.
Apakah dia terangsang? Tiba-tiba pahanya terbuka lebar. Dalam hati aku bersorak gembira. Kini aku berputar dan berjongkok menghadap vagina yang merah menganga. Setelah kupandangi vaginanya dengan penuh kagum, aku mulai beraksi lagi. Kini tidak lagi dengan ujung lidah tapi dengan semua lidahku.

Gairahku sudah tidak tertahankan. Penisku sudah tegang. Aku berdiri mengagumi tubuh indah yang merangsang birahiku. Kulepas kaosku, kemudian menyusul celana panjangku, sampai akhirnya aku telanjang bulat. Kemudian aku merangkak di atas tubuh Henny. Kugesek-gesekkan ujung penisku. Henny menggelinjang sambil merintih. Pantatnya bergoyang ke kiri ke kanan mengikuti irama gesekanku. Hebat, sambil tidur saja dapat merasakan rangsangan. Buktinya ujung penisku saja sampai basah.

Kuarahkan penis yang sudah tegang ini ke mulut vagina. Penisku yang sudah licin mengarah tepat di depan lubang vaginanya. Kudorong sedikit pantatku. Entah sengaja atau tidak paha Henny terbuka lagi semakin lebar. Kudorong lagi pelan-pelan. Aku merasakan penisku sudah masuk sekitar 2 cm.

Tok.. tok.. tok...
"Mas, ada telepon dari Kakak..." suara Ibu kos memanggilku. Wah gawat.
"Ya sebentar..." jawabku.
Spontan aku berdiri, kusambar sarung yang terlipat di kursi.

Setelah kumatikan lampu, segera kubuka pintu dan kututup dengan cepat. Aku tidak perduli suara keras akan membangunkan semua penghuni rumah termasuk Henny. Dalam hati aku kesal. Di saat-saat menentukan malah ada provokator. Pagi-pagi begini kok telpon. Kurang ajar. Hush gitu-gitu kakakku.

Sekembalinya terima telpon, Henny sudah tidak ada. Mungkinkah dia tahu apa yang kuperbuat. Ah biar saja. Salah sendiri posisinya merangsang. Aku khan laki-laki normal. Apalagi momennya memang menentukan sekali. Gara-gara telpon kurang ajar itu aku jadi kehilangan kesempatan.

Jam lima, tapi langit masih gelap. Berkas-berkas milik Henny masih berserakan di depan komputer. CPU masih menyala. Rupanya semalam dia tertidur. Iseng saja kugeser mousenya. Aku penasaran. Sudah seberapa banyak dia ngetiknya. Tapi lagi-lagi aku terkejut. Dari monitor aku tahu dia habis nyetel CD. Dan aku semakin terkejut ternyata CD yang dia setel adalah cd porno yang kupinjam kemarin. Dari mana dia tahu. Jangan-jangan masih tersimpan di CD-room waktu kusetel kemarin. Aku tersenyum. Rupanya dia juga suka dengan CD porno. Baiklah kalau begitu. Sekarang aku tidak perlu terkejut lagi, bahkan kalau suatu saat terbukti dia sudah tidak perawan.

Tok.. tok.. tok... pintu kamarku diketuk.
Ada apa lagi ini. Belum sempat aku beranjak, Henny masuk dengan gaun yang dia kenakan tadi. Bedanya dia sudah pake BH dan CD.
"Mau ngambil berkas, Mas..?" katanya.

Sementara dia menata berkasnya aku beranjak ke meja, mengambil tas. Aku ingin melihat reaksi Henny dengan CD satunya. Setelah kudapatkan CD-nya, segera saja kusetel. Adegan pertama masih biasa saja. Henny pun nampaknya cuek saja. Adegan berikutnya membuat jantungku berdegub kencang. Dua pria sama satu wanita. Pria yang satu duduk di sofa. Si wanita merangkak di depannya. Penisnya dikocok dan dikulum dengan penuh nafsu. Sementara pria yang satu memasukkan penisnya dari arah belakang. Sambil meremas pantat si wanita dengan gerakan maju mundur, si pria menusuk-nusuk vaginanya. Terdengar erangan-erangan yang menaikkan birahi.

Penisku mulai tegang lagi. Henny mulai terusik. Berkali-kali matanya melihat ke arah layar. Napasnya pun mulai tidak teratur.
"Henny.. coba lihat ..." kataku.

Aku berdiri di hadapannya. Sarung yang melilit tubuhku kulepas begitu saja. Penisku terayun bebas. Henny melihat ke penisku. Dia terkejut tidak menyangka aku akan telanjang di depannya. Dia memandangku, tapi sesekali dia melirik ke penisku. Apalagi saat penis yang semakin tegang ini kukocok-kocok. Setiap kali matanya melihat penisku, dia selalu menelan ludah. Kini dia lebih sering melihat penisku daripada mataku. Napasnya yang ridak beraturan menandakan dia juga terangsang.

Aku berjalan mendekatinya. Sehingga penisku persis di depan wajahnya. Kuayunkan penisku ke depan agar mengenai wajahnya. Henny berdiri menghindar. Tapi aku segera meraih tangannya dan membimbing ke arah penisku. Dia berusaha menahan tangannya. Ketika tangannya menyentuh penisku barulah dia pasrah. Dia memandangku. Kugesek-gesekkan punggung tangannya ke penisku.
"Hhh... pegang donk..!" aku mengharap dia meremas penisku.
Tangannya yang lembut meraih penisku. Dia meremas pelan. Itu saja sudah membuatku tidak berdaya. Aku berusaha memeluk tubuhnya. Tapi dia menggelengkan kepalanya.

Tiba-tiba dia berlutut. Matanya menatap penisku. Dia melirikku. Ada senyum tersungging di sudut bibirnya. Kesempatan emas buatku. Kusorongkan penisku ke wajahnya. Matanya terpejang saat penisku menyentuh pipinya. Tangannya yang lembut menangkap penisku. Diciumnya penisku beberapa kali. Penisku semakin tegang saja.

Setelah dia puas mencium seluruh bagian penisku, dia membuka mulutnya. Pelan tapi pasti penisku dilahapnya. Lidahnya yang hangat berputar, melumat penisku.
"Oohh... sshh..." aku hanya dapat merintih menikmati hangatnya kuluman mulutnya.
Kemudian dia menarik mulutnya. Bibirnya menjepit batang penisku.
"Auu... Heenn..!" dia melepaskan kulumannya, tapi kemudian melahap lagi penisku.
Sekarang dia menjepit kencang penisku. Tidak hanya itu. Penisku disedot-sedot dan dikocok-kocok.

"Auu... sshh... uuhh..!" aku benar-benar tidak berdaya.
Penisku semakin keras saja. Sementara Henny semakin menggila. Dia semakin keras mengocok penisku. Dia semakin kuat menyedot penisku. Dia semakin cepat menggerakkan kepalanya.
"Auu... oohh... Heenn..!" eranganku tidak membuat dia berhenti. Justru dia semakin bertambah nafsu.
Aku sudah tidak tahan lagi. Aku hampir keluar.

"Hennyy... crroott... ccroott... croott... aouhh.. oohh..!" spermaku menyembur ke mulutnya.
Sebagian malah ada yang ke wajahnya. Kakiku lemas. Oohh.. aku duduk meluruskan kaki. Henny tersenyum penuh kemenangan. Disekanya sperma yang membasahi wajahnya. Kemudian dia keluar sambil membawa berkas-berkasnya. Tinggal aku sendirian yang tergolek lemas tidak berdaya. Kulihat sudah jam lima lewat. Aku terpaksa memperpanjang tidurku tentunya setelah kukunci pintu kamarku.

Aku terbangun ketika ada seseorang yang menyusupkan kertas dari bawah pintu. Ternyata dari Henny.

Isinya :
Maafkan Henny ya, Mas, atas kelancangan Henny nyetel CD yang Mas punya tanpa ijin. Dan Henny juga minta maaf atas kejadian tadi pagi. Henny harap peristiwa itu jangan membuat Mas menganggap Henny murahan. Jujur saja gara-gara lihat CD porno, Henny jadi nggak bisa nahan diri. Sekali lagi, maafkan Henny.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar