Minggu, 25 Oktober 2009

Two In One

Kisah Helen membuka sesuatu dalam pikiranku. Ternyata, orang yang nampak lugu, sama sekali tidak sepolos kelihatannya. Helen bercerita dengan gaya 'lembut'nya seperti biasa, tapi tak urung aku bertanya-tanya, sebenarnya seliar apakah dia dan Leo di ranjang. Helen menceritakan kisahnya padaku karena aku sudah lebih dahulu bercerita bagaimana aku berhubungan seks. Ku kira, Helen hanya menunggu orang yang tepat untuk menuturkan pengalamannya.

Lalu bagaimana dengan Mimi? Bagaimana dengan Indra? Kami berempat selalu bermain dan bercanda bersama-sama, tetapi sisi-sisi kami adalah sesuatu yang sudah dipoles, dibuat untuk dilihat. Dibuat nampak lebih 'sopan' dari biasanya. Pada kenyataannya?

Ada satu fakta yang menarik. Kalau Helen dan Mimi bisa bersahabat baik, itu adalah karena Leo dan Roger merupakan teman akrab sejak kecil. Leo pacaran dengan Helen, dan Roger dengan Mimi. Kami sering tertawa karena kombinasi ini: Mimi Roger, adalah nama artis barat yang lumayan terkenal. Nah, aku jadi berpikir: kalau Helen sudah digarap dari kecil, sampai dia berlama-lama jadi mahasiswi yang nggak lulus-lulus ini, bagaimana dengan Mimi?

Lagipula, dalam hal rencana pernikahan, Mimi Roger sudah lebih maju daripada Helen Leo. Roger sudah melamar Mimi, resmi kepada orang tuanya. Ah, apakah Mimi malah sudah… hamil duluan?

Ternyata belum. Mimi benar-benar masih perawan, yang manis dan putih dan sintal….sexy. Apa yang bisa dikatakan dari Mimi adalah, tubuhnya serba bulat: pipi yang bulat, mata yang bulat, dada yang bulat, pantat yang bulat… tapi dengan proporsi yang enak dipandang, tidak gemuk apalagi gendut. Pas. Roger memang beruntung!

Nah, karena kami bersahabat, akhirnya Helen mengaku juga kepada Mimi tentang petualangan seksnya. Gadis ini (akhirnya, hanya dia yang bisa dipanggil 'gadis' diantara kami) membelalakkan matanya yang bulat itu. "Apa? Beneran? Wuah? Udah selama itu ngeseks ama Leo?" - lantas dia minta penjelasan yang lebih lengkap. Dasar Helen, dia kembali dengan gayanya yang malu-malu dan serba softcore itu.

Tapi gara-gara cerita itu, Mimi jadi gelisah sendiri. Dia penasaran sampai ke ubun-ubun! "Helen, gue pengen tahu dong…. Gimana sih ngeseks itu…"

"Yah, entar elu minta aja ama Roger. Kan nanti elu juga ngalamin."

"Justru itu Len, gue takuuutt… Pengin lihat elu begitu, boleh nggak?"

Singkat cerita, akhirnya Helen bersedia dilihat, dengan catatan kami harus diam-diam saja di dalam lemarinya, yang dicat warna pink, tinggi besar dua pintu yang berlubang-lubang di bagian atasnya. Cocok buat mengintai, karena dari situ kami bisa melihat semua dengan jelas. Melihat Helen dengan kaos Tshirt putih besarnya saja, tanpa celana. Tanpa BH. Duduk menanti di ranjang.

Dan kemudian, Leo datang. Melepas jaket kulitnya. Menaruh tasnya. Terbelalak melihat Helen.

"Wow, sayang…." Leo tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Helen merangkulkan tangan memeluk pria tampan itu, mencium bibirnya. Mereka berpagutan cepat beberapa saat, mengadu bibir dan lidah. Kemudian, Leo meluncur ke bawah, mencium leher Helen yang jenjang dan putih itu.

"Ooohh…. Sayang….. Aku kangen…." rintih Helen. Aku melirik Mimi yang tidak berkedip di sebelahku. Apakah memeknya sudah mulai basah seperti milikku sendiri?

Leo menundukkan kepala, mencium puting Helen yang tegak mengeras dari balik Tshirtnya. Helen menarik bajunya keatas, dalam satu gerakan melepaskan kaos itu melalui kepala. Ia kini hanya ditutup oleh celana dalam berenda, yang tidak kuasa menutupi memeknya dengan bulu yang dicukur rapi. Leo meneruskan dengan tetek Helen, sementara mulutnya menghisap yang kiri, tangannya memilin puting yang kanan.

"Duhh…. Enak Leo…. Isep yang keras…. Yah… betul…. Dijilat…. Muter…. Muter lagi…. " Aku bisa membayangkan Leo sedang melingkarkan lidahnya mengelilingi ujung tetek yang mengeras itu. Aku bisa merasakan kegeliannya, sekaligus kenikmatannya.

Tapi, rupanya Helen memilih untuk mengambil inisiatif lain. Ia mendorong Leo, supaya bisa berjongkok di depan selangkangan laki-laki itu. Dengan sigap dan cekatan Helen membuka ikat pinggang, lalu kancing, terus resleting. Celana kerja Leo terus jatuh ke lantai. Helen juga memelorotkan celana dalam hitam itu, membebaskan penis yang besar, merah muda. Helen tersenyum.

"Sini sayang…." desah Helen. Ia sangat bernafsu, terus memasukkan penis Leo ke dalam mulutnya. Maju mundur. "Mmmm…. Asin… enak…" Lidahnya menyapu kepala penis yang mengeras itu. Leo memejamkan matanya merasakan kenikmatan yang sangat. Mimi menganga melihat aksi Helen yang hebat itu, yang masih berjongkok dan memundur majukan bibirnya yang merah muda tak berlipstik itu, seperti sebuah vagina yang sedang menerima batang kemaluan lelaki yang keras berurat.

"Helen…. Aku juga mau, sayang…." bisik Leo. Helen melepaskan penis itu dari mulutnya, lalu tersenyum manis sekali, naik ke atas ranjang. Dengan satu gerakan yang seksi, Helen melepaskan celana dalamnya. Memeknya kelihatan sudah basah, sudah merekah. Ah, rupanya memang Helen sudah sangat sering berhubungan sampai memeknya merekah seperti itu.

Leo naik ke atas Helen, tetapi dengan posisi 69. Ia menempatkan wajahnya di hadapan memek yang basah itu, sementara Helen langsung menyambar penis di depannya dan meneruskan isapan dan jilatan. Laki-laki itu juga langsung bekerja, ia mula-mula menyapu bibir memek Helen dengan lidah, kemudian mencari kelentitnya. Uh, aku tahu itu bagian yang sangat nikmat kalau dihisap.

Helen terdengar merintih ketika Leo mulai mengulum kelentitnya yang semakin besar, semakin keras. Rintihan sahabat cewekku terdengar dari mulut yang masih tersumpal kemaluan yang mengeras. Leo beraksi lebih jauh dengan memakai jarinya, jari tengah dan telunjuk yang menerobos dan mencari titik g-spot di dalam, sambil terus mengulum kelentit. Leo dengan ahli menemukan titik itu, kemudian mulai menggosoknya dengan lembut.

Akibatnya, Helen seperti bergoyang oleh gempa bumi. Temanku ini bahkan sudah tidak lagi bisa menghisap penis itu, yang terpantul-pantul di pipinya setiap kali Helen menggelengkan kepala. "Aahhhh… ouh… ouhh…. Yah… Yaah Yaaaaahhhhhhhh!!!" Aku kira, Helen orgasme. Satu kali. Eksplosif, meledak-ledak. Kakinya yang mengangkang menendang-nendang di udara. Kedua tangan Helen berpegangan kuat-kuat pada pantat Leo yang padat.

Leo sendiri belum apa-apa. Ia bangkit dari atas tubuh Helen yang nampak basah berkeringat. Begitu Leo bangkit, Helen merangkak di atas kaki dan tangannya. Ia menghadapkan pantatnya ke arah kami yang masih bersembunyi di dalam lemari. Leo terus mengambil tempat di belakang Helen. Aku bisa membayangkan, penis yang besar itu sekarang sedang ditempatkan di muka bibir memeknya. Lalu, mulai menerobos masuk.

"Aaahhhhhhh….. Ouhhh…. Enak Leooo…. Yang dalemmmm….."

Leo menyorongkan pantatnya yang kekar ke depan. Aku seperti bisa merasakan, penis itu menyeruak masuk, merekahkan vagina yang sempit tapi sangat licin. Leo dan Helen tidak berkata-kata lagi, hanya terdengar mendesah-desah dan merintih-rintih, ketika Leo mulai bergerak maju mundur semakin lama semakin cepat. Helen kalau sedang ngeseks, rupanya tidak menutupi lagi, nyata asli keliarannya yang tersembunyi. Ia hampir menjerit kecil setiap kali Leo menusukkan kemaluannya dari belakang.

"oohh…. Leo…. Sini gue naikin…."

Leo rupanya capek juga, terus mencabut penisnya. Helen dengan tergesa-gesa turun dari ranjang, supaya suaminya ini bisa berbaring telentang. Batang kemaluan yang merah basah mengkilat itu tegak mengacung ke atas. Helen mengambil posisi di atas, ia mengarahkan penis Leo kembali ke memeknya. Setelah pas, Helen menurunkan pantatnya. Bless… aku dan Mimi melihat penis itu memasuki liang memek Helen. Masuk semua, hingga bola pelir Leo saja yang tersisa di luar.

Untuk sementara, Helen terdiam. Rupanya ia masih ingin merasakan bagaimana penis itu memenuhi memeknya. Kemudian, temanku ini mulai bergerak, sambil merintih, sambil menggoyangkan kepalanya. Ia hampir sampai sekali lagi. Helen menggerakkan seluruh otot paha dan pantatnya kuat-kuat, penis itu dijepitnya dengan segenap kekuatan, masuk dan keluar. Sampai Helen menjerit agak panjang, rupanya kembali mengalami orgasmenya. Dua kali berturut-turut.

Dan terjadilah, jeritan itu rupanya membuat Mimi kehilangan keseimbangan, sehingga ia jatuh ke depan.

BRAAAKKK!

Leo melotot melihat Mimi tersungkur di depan ranjang, matanya tepat sedang melotot melihat penis yang masuk ke vagina, terbenam semuanya. Karena Mimi keluar, aku juga keluar. Tapi aku sudah pusing karena birahiku sudah naik tinggi sekali oleh pertunjukkan mereka berdua. Aku mendekat dan berbisik pada Helen.

"Len… aku boleh nggak berbagi?" -- Permintaan yang gila. Tetapi gilanya pula, Helen mengangguk!

Leo yang bingung tertegun saja melihat aku dengan cepat melepaskan semua baju dan pakaian dalam, hanya dalam waktu hitungan detik. Kemaluanku sudah sangat basah. Helen kemudian bangkit dari laki-lakinya ini, sementara penis itu masih tegak mengacung. Aku mengambil alih posisi Helen, mendekatkan memekku sendiri yang sudah basah.

Oh, inilah lagi saatnya, sudah berbulan-bulan sejak terakhir Bob menaruh penisnya di situ. Dan aku menekan ke bawah. Bless! Aku tidak bisa menahan tidak menjerit. Kemaluan Leo rupanya memang berurat dan gemuk, walaupun tidak panjang sekali, sehingga aku merasakan uratnya menggaruk dinding sebelah dalam. Lagipula, entah bagaimana Leo lebih terangsang lagi, sepertinya penisnya menjadi lebih keras, lebih kuat.

Helen tidak mau tinggal diam, dia terus naik juga ke atas Leo, menaruh memeknya tepat di atas mulut Leo. Lelaki ini kemudian kembali mulai mengulum kelentitnya, membuat Helen mengeluh lagi. Aku sendiri masih asyik menggerakkan pantat naik turun, menikmati kemaluan lelaki menggaruk-garuk rasa gatal yang semakin lama semakin mendesak untuk dituntaskan.

Semakin lama, rupanya jepitan memekku juga jadi semakin kuat -- tidak seperti Helen yang sudah rutin ngeseks. Ini membuat Leo menjadi tidak tahan lagi. Ia memegang pinggangku lalu menggerakkan aku naik turun lebih kuat, lebih cepat, lebih menghujam. Penisnya terasa seperti satu senti lebih panjang masuk menusuk.

Sampai tibalah saatnya, aku membenamkan penis itu dalam-dalam karena aku orgasme. Di saat itu, jepitan memekku mencapai klimaksnya, sehingga Leo juga ejakulasi dengan kuat -- aku merasakan semprotannya di dalam berkali-kali.

Ini benar-benar permainan gila, tapi aku puas sekali. Aku mencium Helen yang berada tepat di depanku, dengan tubuh bugilnya yang molek, sementara Leo juga membuat Helen orgasme untuk ketiga kalinya. Benar, kondisi kami sungguh penuh birahi. Semoga tidak menjadi sesuatu yang mengganjal di masa depan.

Begitulah, Mimi menyaksikan sendiri bagaimana hari itu menjadi acara threesome yang tidak direncanakan. Apakah Mimi lantas menjadi bingung dengan posisi ini, karena penis Leo masih menancap di dalam memekku, sedang memek Helen dioral oleh Leo? Yang pasti, antara aku dan Leo selama ini tidak pernah ada hubungan.

Mulai sekarang, kami sudah berhubungan sangat intim. Tapi, aku sebenarnya sedikit menyesal, dan aku sejujurnya tidak mau mengganggu perjalanan Leo dan Helen. Ini semua adalah kesalahan.

Setelah hubungan yang seru ini berakhir dan Leo kembali menjadi lemas, Helen dan aku bergantian menceritakan rencana kami untuk memberi tahu Mimi tentang bagaimana orang berhubungan seks. Tetapi aku terus meminta maaf karena tidak bisa menahan diri -- siapa yang tahan? -- sampai terlibat dalam adegan yang sama.

Belakangan, aku baru tahu ternyata Helen ingin melihat bagaimana reaksi Leo atas 'perselingkuhan' yang disetujuinya. Bagi Helen, lebih baik kalau Leo 'berselingkuh' dengan aku, sahabatnya. Baiknya, Leo sendiri juga menyatakan menyesal dengan sungguh-sungguh, dan minta maaf juga pada Helen karena membiarkan aku menikmati kemaluannya. Ia berjanji, bahwa ini adalah yang pertama dan terakhir kali, saat penisnya masuk ke dalam memek perempuan lain.

Leo memenuhi janjinya, karena seminggu setelah peristiwa heboh itu, ia juga melamar Helen secara resmi. Hal yang mudah, karena orang tua keduanya memang sudah berteman sejak lama. Ah, bagaimanapun juga aku senang. Sahabatku, yang kini menjadi lebih dekat dan intim denganku, kini bisa dengan mantap merencanakan masa depannya, sebagai istri dan ibu….

Yah, rupanya Helen sengaja tidak lagi memakan pil kbnya dua bulan sebelum hari pernikahan. Tapi ia tidak bilang apa-apa pada Leo. Alhasil, ketika hari pernikahan mereka dilangsungkan, Helen sudah hamil 5 minggu, setelah satu hubungan yang panas membara, saat penis yang indah itu masuk semua dan memuntahkan benihnya, yang sekarang menjadi manusia di rahim Helen.

Aku mengelus perutku sendiri. Kapankah rahim ini akan menampung kehidupan baru di dalamnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar