Kamis, 22 Oktober 2009

ANAK IKUT GEREBEK IBUNYA

Di bulan Romadon, pada pukul 23.00 mestinya asyik bertadarus di mesjid. Tapi Ny. Warti, 44, pada jam-jam itu justru asyik di warung bersama gendakannya. Yang sungguh tragis dan ironis, saat praktek mesumnya berama pamong desa digerebek warga, justru suami dan anak-anak Ny. Warti ikut serta.
Istri salihah mesti bisa jadi panutan keluarga atau uswatun khasanah (ikutan yang baik) menurut bahasa sono-nya. Banyak terjadi, lelaki yang tadinya mursal (kurang ajar) menentang ajaran Tuhan, begitu dapat istri yang rajin beribadah, ikut kesetrom jadi suami yang baik. Saat bujangan dulu salatnya blang-bonteng (bolong-bolong), kini menjadi ajeg menjalani salat lima waktu. Tindak tanduknya pun menjadi santun dan terukur. Dalam setiap pembicaraan tak pernah lepas kata subhanallah dan astagfirullah. Bila melafal huruf “ain” fasih benar. Inilah berkat istri yang salihah!
Tapi kalau istri model Ny. Warti ini, apanya yang jadi panutan? Perilakunya sungguh bukan wanita solihat, tapi musibat (murka Allah). Coba bayangkan, di bulan Romadon seperti sekarang ini, dia malah makin rajin kencan bersama gendakannya. Ketika para tetangga dan suami di mesjid bertadarus, dia malah berbuat ora urus (kurang ajar). Maka Allah pun segera memperingatkan secara telak. Saat berasyik masyuk bersama pamong desa Witono, 30, warga langsung menggerebeknya. Bukan saja penduduk, tapi juga suami berikut lima anaknya!
Agaknya Ny. Warti ini memang wanita paling gatel di zamannya. Penyakit itu demikian susah disembuhkan, tak mempan oleh Kalpanax maupun bedak Herosin. Gatelnya Warti memang lain. Ketika melihat Witono yang ganteng dan elegant, langsung libidonya naik.Lalu seperti orang allergi udang, seluruh tubuhnya menjadi gatel-gatel bak terkena krawe (miang). Digaruk, dikalpanax dan diherosin, tak mempan juga. Obatnya hanya satu, yakni kencan bersama mas pamong desa. “Oh Mas Wito arjunaku…..,” begitu kata Warti selagi gandrung.
Jatuh cinta memang bukan milik kawula muda saja. Ibu-ibu beranak 5 macam Ny. Warti bisa juga, bahkan lebih ganas dan nekad. Begitu tahu suaminya tak bisa diharapkan dalam percaturan ranjang, mulailah dia meladeni ajakan gila pak pamong dari Desa Gebangan Kecamatan Krejengan, Kabupaten Probolinggo. Bak pajabat Pemda saja, demi sebuah pelayanan, Warti rela melakukan sistem “jemput bola”, alias menyongsong Witono untuk diajak berkencan ria di suatu tempat.
Skandal ini terjadi sejak sebelum Romadon. Setelah bulan suci tiba, mestinya perilaku nyasar ini distop sama sekali, atau paling tidak direm dulu. Tapi ibu STNK dari Desa Demas Kecamatan Besuki Kabupaten Besuki ini bukan begitu. Puasa ya puasa, tapi selingkuh lintas kabupaten ini jalan terus. Bila keuangan memadai, masuk hotel melati bukan masalah. Tapi jika kondisi kantong sangat negatif, kencan di warung juga tak masalah. Warti dan Witono memang sosok yang praktis dan luwesan.
Lama-lama debut selingkuh antar kabupaten ini tercium suami Warti berikut anak-anaknya. Sudah barang tentu mereka tak merelakan istri/ibu-nya berbuat aib. Ketika dapat bocoran info di mana keduanya akan menggebrak ranjang, suami dan anak-anaknya segera steliling (siap). Nah, sekitar pukul 23.00, saat Ny. Warti melayani selingkuhannya di warung miliknya di Pasar Kebonagung Kraksaan, tahu-tahu suami dan kelima anaknya ikut pula menggerebeknya bersama warga. “Sebagai pamong, mestinya sampeyan kan mengajari yang benar pada warga,” protes akan sulung Ny. Warti.
Kalau saja polisi tak segera datang, niscaya Witono habis dikeroyok suami dan anak-anak selingkuhannya. Pasangan mesum itu lalu dibawa ke Polsek Kraksaan. Karena Bowo, 50, suami masih bisa memaafkan, Witono hanya disuruh bikin pernyataan tak berbuat selingkuh lagi. Begitu juga Ny. Warti, dia juga menulis perjanjian bahwa akan kembali bekti dan setia pada suami tercinta. Tobat, tapi sudah kadung berantakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar