Kamis, 22 Oktober 2009

sypirku bejad

Namaku Widuri berumur 25 tahun, aku dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang cukup mapan. Karena itu aku terbiasa berhias dan menikmati kehidupan yang lumayan mewah. Kulitku putih dan orang bilang tubuhku cukup ideal. Aku telah berumah tangga, Sandi suamiku mempunyai perusahaan yang bergerak di bidang eksport import. Saat ini dia sedang tidak berada di rumah. Dia pergi keluar kota selama kurang lebih sebulan untuk mengurus keperluan bisnisnya. Aku terbiasa ditinggal sendiri di dalam rumah mewahku. Tapi sebulan yang lalu dia pulang membawa seseorang yang akan dijadikan supir di rumahku. Dia adalah Martono, seorang pria berumur kurang lebih 40 tahunan. Rambutnya botak kulitnya hitam dan wajahnya terlihat buruk keras. Suamiku yang mempekerjakannya sebagai supir kami sebagai balas jasa telah menyelamatkan suamiku dari ancaman perampokan di jalan raya. Meskipun aku kadang-kadang ketakutan melihat matanya yang jelalatan melihatku, tapi aku menghormati keputusan suamiku. Dia memang pintar mengemudi mobil dan mengetahui seluk-beluk kotaJakarta. Seringkali Aku belanja ke Mall hanya diantar oleh Martono karena suamiku betul-betul sangat sibuk.

Suatu hari ketika aku sedang memasak di dapur, tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran Martono yang menatapku dengan jelalatan.

“Oh Pak Martono…. kaget saya melihat bapak tiba-tiba sudah ada disini.” Aku memanggilnya dengan sebutan bapak karena dia lebih tua dariku.

“Maaf nyonya kalau saya ternyata mengagetkan …..”. Dia menjawab tapi tatapan matanya tidak berhenti menatap dadaku. Aku sedikit risih dengan tatapannya, lalu aku pura-pura menyibukkan diri memasak kembali. Martono masih diam saja di dapur menatap bagian belakang tubuhku.

“Ada keperluan apa bapak ke dapur.” Akhirnya aku bertanya setelah sekian lama mendiamkannya.

“ Nyonya sangat cantik sekali…..dan seksi” Martono menjawab.

Aku terkejut dengan jawabannya itu. Jantungku berpacu semakin cepat, aku mulai was-was.

“Jangan-jangan….ah, tidak mungkin…. Semoga dia cuma berkata sebenarnya, hanya caranya mengungkapkan seperti orang yang terbiasa hidup di jalanan. Tanpa basa-basi.” Aku berusaha menenangkan deburan jantungku.

“ Terimakasih…..” aku menjawab dengan sedikit gemetar.

“Sebenarnya Nyonya sangat menggairahkan, setiap kali saya di dekat Nyonya pasti “adik” saya terbangun. Saya masih yakin dapat memuaskan Nyonya.” Martono berkata tanpa basa-basi.

Deg…. Dugaanku ternyata benar, aku takut sekaligus marah dengan Martono. Aku menghadapnya dengan mengacungkan pisau dapur yang sedang kupakai.

“ Hei Martono, jangan kurang ajar terhadapku. Ingat aku adalah majikanmu. Aku bisa memecatmu sekarang juga karena kelakuanmu yang tidak sopan terhadapku. Selama ini aku menerimamu karena menghormati suamiku.” Aku membentak tanpa menghiraukan usianya yang lebih tua dariku.

Tanpa-diduga-duga dia memelintir tanganku yang memegang pisau sehingga pisau itu terlempar. Aku mengaduh kesakitan. Tapi tangan kirinya telah memelukku dengan erat. Aku tidak bisa bergerak sama sekali, karena himpitan tenaganya yang kuat.

“Kamu kira aku bisa ditakuti dengan mainan seperti itu…. hah.” Dia sekarang menelikung tanganku dan mendekapkan badanku ke badannya. Aku gemetar ketakutan dan tidak terpikir untuk berteriak saking gugupnya.

“Aku memang mengincarmu dari dulu, karena itu mengatur siasat agar dia dirampok oleh kawa-kawanku. Aku pura-pura datang menolongnya. Sekarang kalau kau berani melawan, maka kau akan tahu akibatnya. Kau dan suamimu bisa kubunuh kapan saja bila kau coba-coba melapor pada pihak yang berwajib. Aku punya banyak kawan preman di jalanan yang bisa dengan mudah kuperintahkan.” Martono mengancamku. Aku semakin ketakutan, hilanglah sudah harapanku.

“Aku akan melepaskan pelukanku kalau kau mengerti kondisimu saat ini.” Martono meneruskan.

Aku hanya diam menggigil ketakutan dan mengangguk. Dia menyeringai dan melepaskan pelukannya. Aku langsung terduduk di lantai dan menangis. Martono tertawa penuh kemenangan. Sedangkan hatiku sangat kalut. Martono bisa melakukan apa saja terhadapku. Kalau aku melaporkan dia pada Polisi maka jiwaku dan suamiku akan terancam.

“ Kamu tidak perlu menangis… karena aku akan memberikan kepuasan batin yang tak terhingga kepadamu. Aku tahu kebutuhan batinku sangat kurang karena suamimu jarang berada di rumah. Kamu sangat kesepian kan?. Pikirkan saja bahwa suamimu tidak ada disini sedangkan kau merasa sangat kesepian, siapa yang salah sekarang….” Martono berkata dengan tenangnya.

Sambil duduk Martono membuka resluiting celananya. Kemaluannya tampak telah membesar dan kini tepat mengarah di depan wajahku. Akupun kembali membuang muka sambil memejamkan mata. Martono mulai memaksa untuk mengoral batang kejantanannya. Tangannya keras segera meraih kepalaku dan wajahnya ke depan kemaluannya. Setelah itu kemudian Martono memaksakan batang kejantanannya masuk ke dalam mulutku hingga sampai pangkal penis dan sepasang buah zakar bergelantungan di depan bibirku.

Dengan agak terpaksa aku membuka mulutku dan mulai menciumi penis Martono, sebenarnya ukuran penis Martono hampir sama dengan milik suamiku tetapi punya Martono sedikit lebih panjang dan agak membesar di bagian kepalanya. Akhirnya perlahan aku mulai menjilati dan mengulum penis itu.

"Ohh.. Nikmat sekali sayaang, kau memang pintar"
Martono mengerang sambil meremas rambutku lalu ia mendorong dan menarik penisnya di mulutku. Aku terus mengutuk diriku yang rela memberikan sesuatu yang lebih pada orang lain daripada untuk suamiku karena selama ini aku selalu menolak kalau Mas Sandi minta untuk memasukan penisnya ke mulutku.

Aku gelagapan karena mulutku kini disumpal oleh kemaluan Martono yang besar itu. Martono mulai mengocokkan batang penisnya dimulutku yang megap-megap karena kekurangan Oksigen. Dipompanya kemaluannya keluar masuk dengan cepat hingga buah zakarnya terasa memukul-mukul daguku. Tak terasa air mataku mengalir deras, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa….

Bunyi berkecipak karena gesekan bibirku dan batang penis yang sedang dikulum tidak dapat dihindarkan lagi. Hal ini membuat Martono makin bernafsu dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang tepat berada di depan wajahku. Batang penisnya juga semakin cepat keluar
masuk di mulutku, dan sesekali membuatku tersedak dan ingin muntah.

Lama sekali rasanya batang penis Martono kukulum dan membuatku makin lemas dan pucat. Akhirnya tubuh Martono pun mengejan keras dan Martono menumpahkan spermanya di rongga mulutku. Hal ini membuatku tersentak dan kaget, ingin memuntahkannya keluar namun pegangan tangan Martono di kepalaku sangat keras sekali, sehingga dengan terpaksa aku menelan sebagian besar sperma itu.

“Aaah..,” Martono pun mendesah.

“Akhirnya aku bisa menikmati mulutmu yang indah sayang……..” Terasa sakit rasanya hatiku. Aku seperti wanita yang tidak berharga dan bisa dipermainkan oleh siapa saja. Aku hanya bisa menangis tanpa bisa melawan.

“Ayo ikut aku…..” Martono kemudian menarik tanganku dengan kasar. Dengan setengah menyeretku dia membawaku ke kamar tidurku. Didorongnya tubuhku ke atas ranjangku yang empuk.

“Hmm. Kamar yang bagus dan wangi…. Cocok untuk kita saling melepas hasrat yang sangat nikmat.” Martono mengagumi kamar tidurku yang luas dan bersih.

Aku tetap berbaring telungkup dengan menangis. Sia-sia saja aku walaupun berteriak, tidak ada tetangga yang akan mendengarku. Hidup di Jakarta kadang-kadang tidak memperdulikan penderitaan tetanga. Yang paling parah, Martono bisa mencelakakanku, yang paling kutakuti sebenarnya kalau dia sampai mencelakakan suamiku.

“Hei… jangan diam saja. Bangun sini.” Martono membentakku.

Aku lalu bangun mendekatinya. Dia menyeringai dan berkata. “Lepaskan seluruh pakaianmu dan menarilah.”

“Gila… apakah aku disuruh berstriptease dihadapannya. Terhadap suamikupun aku belum pernah melakukannya.” Aku semakin gemetar….

“Tolong, jangan lakukan ini kepada kami….. kalau pak Martono perlu uang nanti kami beri sesuai permintaan bapak.” Aku memberanikan diri menolak kemauannya dengan suara yang bergetar.

“Jangan menolak, atau aku telpon temanku sekarang juga untuk mengurus suamimu. Tapi kalau kau memberikan layanan terbaikmu, maka kau jamin dirimu dan suamimu tidak akan binasa. Rahasia diantara kita tidak akan diketahuinya dan kaupun dapat menikmati keperkasaanku. Ha.. ha.. ha..” Martono malah balik membentak.

Perlahan-lahan aku mulai melepaskan pakaian yang kupakai. Kubuka kancing bajuku satu persatu dengan tangan gemetar. Nafas Martono nampak sedikit tertahan tegang ketika aku membuka bra warna pink yang kupakai. Aku menggoyang-goyangkan pantatku perlahan-lahan sambil membuka celana dalam yang merupakan bagian terakhir perlengkapan pakaianku. Aku menutupi payudaraku dan bagian kewanitaanku dengan kedua belah tanganku sebisa mungkin. Hatiku makin tidak karuan.

Mata Martono semakin beringas “Beruntung sekali aku mendapatkanmu……. Tubuhmu yang putih mulus dan kencang sungguh luar biasa indahnya. Mari sini sayang.” Martono menarik tanganku dan membaringkanku telentang.

Dia dengan tergesa-gesa melepaskan pakaiannya. Badannya yang hitam menandakan dia terbiasa bekerja di bawah terik matahari. Terlihat beberapa tatto di badannya. Selama ini aku tidak pernah melihat dia mempunyai tatto. Kepalaku terasa berkunang-kunang, rasanya aku hampir tidak sanggup menahan peristiwa ini.

Martono perlahan-lahan mendekati aku yang tergolek lemas ditempat tidurku. Diambang kesadaran kurasakan sesuatu yang basah merayap menelusuri kakiku dan terus beranjak naik menuju pahaku, tanganku berusaha mencari tahu apa sebenarnya yang menelusuri kaki dan pahaku.

"Oh.. Martono.. apa yang Bapak lakukan.." aku tersentak kaget ketika kudapati ternyata lidah Martono menempel di belahan pahaku.

"Tenanglah.. nikmati saja..", aku berontak, aku tak bisa membiarkan kekurang ajaran orang ini, aku harus bisa melepaskan diri dari bajingan ini, tapi tak berdaya aku melakukan semua itu, tubuhku lemas, akan tetapi terasa dorongan hasrat menjalari seluruh tubuhku yang memang jarang mendapatkannya dari suamiku.

"Bajingan kau.. lepaskan!, aku ini majikanmu." Kali ini timbul perasaan nekatku yang tadi dihimpit ketakutan.

"Kurang ajar.. Bajingan.. lepaskan..!" kembali aku berteriak sambil berusaha menendang, tapi lagi-lagi aku begitu lemah dan tiba-tiba saja lidah Martono yang basah menyeruak menyapu organ tubuhku yang paling sensitif.

"Akhh.." Oh.. Tuhan nikmat sekali rasanya lidah orang ini, tubuhku mengejang, lama lidah Martono bermain dengan Vaginaku dan sesekali ia menyentuh dan menggigit clitorisku yang mulai mengembang dan mengeras. Cairan vaginaku mulai keluar meleleh berbaur dengan air liur Martono yang masih saja menusukan lidahnya ke vaginaku.

Tiba-tiba tubuhku kembali menegang, dan kurasakan sesuatu menjalar diseluruh tubuhku dan seakan berkumpul dirahimku lalu..

"Ohh.. hh.. Akh.." erangan panjang dari mulutku mengiringi semprotan cairan hangat yang keluar dari dalam liang vaginaku dan membasahi mulut Martono.

Ohh.. aku orgasme dengan orang selain suamiku dan hendak memperkosaku dengan biadab, tapi rasanya nikmat sekali orgasmeku dari Martono ini dan aku selalu menginginkan lebih dari itu. Kini tubuhku benar-benar lemas sambil kedua pahaku tetap menghimpit kepala Martono dengan nafas yang terengah-engah.

Perlahan Martono melepaskan kepalanya dari selangkanganku dan merayap keatas tubuhku yang masih belum bisa membuka mataku.

"Apa kubilang.. nikmat kan?" Martono berbisik ditelingaku.

"Ja.. hh.. jangan Pak sudah.." sebentar Martono menghentikan aksinya mungkin untuk memberiku kesempatan mengumpulkan tenaga kembali.

"Nyonya tahu kalau saya udah jatuh cinta saat pertama melihat nyonya, jadi nikmati saja tanda cinta dari saya.

"Tidak Pak.. jangan.." setengah menangis aku memelas agar ia mau melepaskanku dari nafsu bejatnya.

"Pak Sandi sangat beruntung memiliki nyonya.., cantik dan bertubuh idaman lelaki.."

Dengan lembut ia mencium keningku, hidungku, pipiku dan sambil menghembuskan nafasnya ia mencium telingaku membuat gairah dalam tubuhku kembali berkobar dan seluruh bulu-bulu halus di tubuhku berdiri.

"Bibir nyonya indah.." itu yang terdengar sebelum ia melumat kedua belah bibir sensualku, aku berusaha menghindar tapi nikmat sekali rasanya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar