Kamis, 22 Oktober 2009

Asyik Pacaran Lupa Tarawih

PACARAN memang tak dilarang undang-undang, tapi kalau bulan puasa, ingat-ingat waktu dong! Orang lain sibuk tarawih dan tadarusan di mesjid, masak Jandi – Nunik malah asyik kelonan di kamar.

Keruan saja warga jadi marah. Kamar mereka digerebek, dan diperjaka kasmaran ini sempat disel di kantor RW. Pacaran adalah hak semua anak bangsa. Namun demikian janganlah lepas kendali.

Mentang-mentang belum ada RUU-nya yang disodorkan ke DPR, lalu lupa diri saat merenda kasih. Misalkan lupa ajaran agama, paling tidak harus ingat lagu “Aryati”-nya Ismail Marzuki. Jangankan grepa-grepe ke sana kemari, baru mimpi mencium ujung jarinya sang kekasih tadi malam saja, sudah merasa sangat berdosa.

Dosakah hamba mimpi berkasih dengan tuan. Walaupun demikian nasibku, namun aku bahagia seribu satu malam!” Jandi, 30, warga Kecamatan Sukun Kabupaten Malang (Jatim), juga tahu lagu itu. Tapi apalah artinya sebuah lagu? Toh itu kearifan masa lalu, yang tak cocok lagi dengan era gombalisasi macam sekarang ini. Pacaran model sekarang sih, ya “studi kelayakan” dululah. Bukankah YLKI selalu mengingatkan: teliti sebelum membeli. Dan Jandi, dalam soal pacaran mencari calon istri, tak mau ibarat beli kucing dalam karung. Prinsipnya, jangan sampai keduwung (menyesal), ya harus dulu masuk dalam sarung!

Dewasa ini Jandi memang sedang terpikat pada Nunik, 21, gadis dari Desa Bakalan Krajan, Kecamatan Sukun. Ceweknya lumayan cantik, cerdas lagi, jadi seandainya dijadikan istri, bisa di bawa ke depan dan ke belakang. Sononya juga siap menerima aspirasi arus bawah Jandi, meski usianya terpaut lumayan jauh. Kata Nunik, dia memang menginginkan kekasih yang cenderung jauh lebih tua darinya. “Sebab orangtua biasanya ngemong dan penyabar,” begitu alasannya.

Sejak cinta mereka telah bersambut, Jandi semakin rajin “wakuncar” ke rumah Nunik. Celakanya, dia tak bisa manjing ajur ajer (pandai bergaul). Bulan puasa seperti sekarang ini, mestinya kan lebih mengutamakan tarwihnya daripada pacarannya, Maksudnya, salat tarawih dulu di kampung calon mertua, baru nanti pacaran. Dianya enggak. Datang sebelum berbuka, habis berbuka langsung berhaha-hihi sama si doi. Ketika mertua laki perempuan ke mesjid, Jandi tak juga bersamanya. Tetap saja dia asyik pacaran. Katanya, sebagai musafir dia boleh tak ikut salat tarawih! Memangnya jarak rumah Jandi – Nunik ada 80,6 Km? Enggaklah, paling 3 Km, wong hanya berlainan desa.

Tapi itulah Jandi, demi kebebasan berpacaran dia bikin “hukum” sendiri. Dan yang terjadi kemudian, ketika salat tarawih di mesjid dimulai, dia malah mematikan lampu ruang tamu. Entahlah mau apa saja dia bersama Nunik. Yang jelas dia punya perhitungan: kalau tarawihnya 23 rakaat, paling tidak jam 21.00 mereka baru bubaran. Tapi Jandi lupa bahwa banyak juga warga yang tarawih hanya ambil 11 rokaat. Nah mereka ini sangatlah kaget ketika melintas depan rumah Nunik mendapatkan motor doinya masih ada di situ, sedangkan lampu ruang tamu dimatikan.

Dengan semangat amar makruf nahi munkar (menganjurkan kebaikan dan mencegah kejahatan), rumah Nunik digedor-gedor. Baru lampu menyala kembali, tapi Nunik dan Jandi lamaaa sekali baru keluar. Yang bikin warga makin curiga, sarung yang dikenakan Jandi ada titik-titik basah di bagian depan! Jandi langsung digelandang ke kantor RW dan dipukuli.

Tapi dia menolak bahwa baru saja berhubungan intim dengan Nunik. Basah-basah di sarung bagian depan tersebut hanyalah percikan air wudlu ketika mau salat Isya. Mana yang benar, hanya Allah Swt yang tahu. Yang jelas, Jandi langsung disel di kantor RW, takut jadi amukan warga. Setelah keluarga dia dan Nunik didatangkan, barulah “pengadilan” itu berlangsung. Kali ini dia dimaafkan, tapi Jandi harus menulis perjanjian akan menikahi Nunik segera.

Iyalah, daripada keburu ada gempa tektonis!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar