Kamis, 22 Oktober 2009

isrti ku yg malang

Kalau sudah resmi cerai, silakan saja Erly, 28, mau selingkuh 7 kali sehari, Agus, 35, takkan melarangnya. Tapi keputusan talak Pengadilan Agama kan belum turun, kenapa sudah masukkan lelaki lain ke kamarnya. Ini sama saja Erly kan nggege mangsa (maunya serba cepat). Lalu Agus dianggap apa?

Urusan perceraian di Pengadilan Agama memang merepotkan dan terkesan bertele-tele. Sebab majelis hakim takkan langsung meluluskan permohonan cerai itu. Biasanya selalu “dipersulit” dengan maksud kalau bisa, baikan lagilah. Apa lagi jika alasannya hanya masalah ekonomi, pasti dilama-lamain macam ngurus sertipikat di kantor Agraria (BPN) tapi duitnya kurang memadai.

Keluarga Agus – Erly juga sedang mengurus proses perceraian di PN Bandar Lampung. Juga dilama-lamain, karena alasannya hanyalah masalah ekonomi. Nah, keputusan belum keluar, sedangkan pasangan suami istri ini tak nyaman lagi hidup dalam satu ranjang, Agus memilih pisah rumah. Itung-itung latihanlah, bila kelak benar-benar bukan lagi pasangan suami istri bersama Erly. “Mau pergi, silakan, tapi anak jangan dibawa,” pesan Erly kala itu.

Erly ngotot hak asuh anak, karena si kecil memang lebih akrab dengan dirinya. Meski sebetulnya berat, Agus terpaksa menerima persyaratan itu. Sebab kalau dipaksakan juga, justru dia akan menyiksa si anak. Maka agar si bocah yang tak tahu persoalan orang tua tersebut tak menjadi korban kedua kalinya, dia angkat kaki dari rumah sendiri, dan bergabung ke rumah orangtuanya. Sebelum pergi dia tak lupa mencium beberapa kali si kecil, sebagai pengobat kangen.

Lima minggu jauh dari keluarga ternyata Agus kangen juga. Jangan salah, bukan kangen pada ibunya, tapi kangen pada si kecil. Maklum, kalau “si kecil” dalam kolornya memang masih bisa diajak kompromi. Agus masih bisa memberi pengertian, bahwa manusia itu selalu mengalami pasang surut, kadang panen, kadang peceklik. “Peceklik sementara nggak apa ya, nanti kamu bisa “panen raya” lagi kok, tenang saja….,” hibur Agus pada “si kecil”.

Orang lain macam Agus boleh saja kuat menahan libido, tapi Erly yang masih muda dan sangat enerjik, tak bisa berbuat seperti suaminya. Maka mumpung situasi rumah sangat kondusif, diam-diam dia memasukkan lelaki lain. Dia adalah juga sesama polisi sebagaimana suaminya. Dan begitulah yang terjadi, Erly nekad begituan dengan oknum polisi meski dia masih sah istri Agus. Bila di Sumbar ada gempa tektonik, di kamar rumah Erly ada “gempa lokalik” dengan ukuran 7,8 Skala Richter.

Nyaman bagi Erly dan selingkuhan, siksaan bagi Agus yang dipisahkan anak berminggu-minggu. Tak tahan menahan kangen pada si kecil, beberapa hari lalu dia nekad pulang ke rumahnya di Jalan Pangeran Antasari, Tanggamus, Bandar Lampung. Gairah bakal ketemu anak mendadak sirna, begitu masuk kamar dia melihat istrinya sedang kelonan bersama oknum polisi Bardino kenalannya. Melihat pakaian mereka yang kusut dan berkeringat, jangan-jangan mereka baru saja menyelesaikan ronda ke 12, apa partai tambahan.

Istrinya langsung dimaki-maki, dituduh sebagai perempuan yang nggege mangsa dan tak sabaran. Bagaimana mungkin, perceraian belum terjadi kok sudah membawa lelaki lain dalam kamarnya. Lalu Agus ini dianggap apa, asesoris untuk pemantes saja? Selesai main rusak motor selingkuhan istri, Agus segera mengadukan kasus ini ke Polres Bandar Lampung. Tapi lucunya, selingkuhan Erly balik melaporkan Agus dengan tuduhan pengrusakan barang orang. Rame, satu ngrusak motor, satunya ngrusak
“kondensator”…..!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar